Catatan Biksu Dharmavimala
Nama Zen Master Thich Nhat Hanh pertama kali saya kenal saat Penerbit Karaniya menerbitkan buku “Empat Belas Pedoman” pada tahun 1992, yang berisi empat belas latihan sadar-penuh dari Ordo Interbeing yang beliau dirikan. Buku ini walaupun tipis begitu menginspirasi. Secara tidak langsung kami telah berguru kepada Thay Nhat Hanh (selanjutnya akan disebut “Thay”, yaitu “Guru”), father of mindfulness dan sang pencetus Engaged Buddhism.
Berikutnya, datang kepada saya seorang yang sedang sangat tertarik dengan ceramah-ceramah Thay dan telah banyak menerjemahkan transkrip ceramah-ceramah tersebut, yaitu Saudara Jimmy Lominto. Pada tahun 2004 dimulailah Dharmajala, komunitas untuk belajar, berlatih, dan berbagi hidup berkesadaran, yang giat mendalami pembabaran Dharma dari Thay. Edisi Indonesia mahakarya Thay, “Old Path White Cloud”, diterbitkan oleh Penerbit Karaniya dengan judul “Jalur Tua Awan Putih”.
Ketika Vietnam menjadi tuan rumah UNDV (United Nation Day of Vesak) pada tahun 2008, saat itu Plum Village (nama pusat latihan yang didirikan Thay di Perancis) sekaligus juga mengadakan retret. Kami mengikuti rangkaian dari kedua acara di Hanoi tersebut dengan penuh sukacita. Berkesempatan bertemu secara pribadi dengan Thay, saya bertanya bagaimana cara memajukan umat Buddha Indonesia, Thay menjawab agar mengirim samanera belajar ke Plum Village. Kami pun segera mewujudkannya di tahun 2008 itu juga. Biksu Nyanabhadra menjadi orang pertama yang belajar dan menerima upasampada di sana.
Pada tanggal 7-10 Mei 2009 retret metode Plum Village diadakan di Indonesia. Empat monastik Plum Village dipimpin murid senior Thay, yaitu Sr. Chan Khong, membimbing seķitar 500 orang peserta. Retret ini terselenggara berkat kerja sama Ekayana Buddhist Centre, Majelis Buddhayana Indonesia, dan Penerbit Karaniya. Buku karya Sr. Chan Khong diluncurkan, dan selanjutnya hingga kini berbagai judul buku dari Thay diterbitkan oleh Penerbit Karaniya.
Mengapa kami mempelajari apa yang diajarkan Thay? Tentunya untuk memperkaya metode pelatihan Dharma yang akan membawa pada transformasi diri dan transformasi sosial. Dan yang lebih penting, karena itu bukan sesuatu yang berbeda dengan yang telah diajarkan Sukong Jinarakkhita. Thay dan Sukong sama-sama menekankan esensi ajaran Buddha, menggunakan Theravada dan Mahayana, dan berupaya kontekstual. Prof. Ton Lathouwers ketika diwawancarai oleh Lucette Verboven mengungkapkan Sukong memiliki kemiripan dengan Thay.
Kami ingin Thay bisa membimbing retret di Indonesia. Untuk menunjukkan keseriusan, kami mengikuti Winter Retreat di Plum Village pada akhir 2009 dan awal 2010. Suatu hari Thay mengajak saya berjalan di tengah salju, minum teh bersama di dekat perapian dalam pondoknya. Saya pun kembali bertanya, bagaimana mengatasi mereka yang tidak setuju dengan tulisan Thay tentang riwayat Buddha dalam buku “Jalur Tua Awan Putih”? Thay menjawab, “Ajak mereka ikut retret atau adakan dialog terbuka dengan mereka.” Di meja makan, Thay dengan tersenyum memberikan satu gelas salju dan menuangkan sirop untuk saya.
Akhirnya pada tanggal 27 September 2010 Thay benar- benar menginjakkan kaki di bumi Indonesia, negara yang memiliki kesan positif di hatinya karena telah menampung para manusia-perahu pengungsi Vietnam di Pulau Galang. Bersama 68 monastik, Thay membimbing sekitar 900 peserta retret dan sekitar 3.000 peserta Dharma Talk.
Dalam kesempatan bertemu secara pribadi, Thay menjelaskan kepada saya bahwa kehadiran Plum Village sebagaimana juga Theravada dan Chinese Mahayana adalah untuk mendukung terwujudnya Agama Buddha Indonesia. Gambar berupa lingkaran-lingkaran dan panah- panah dari Thay tersebut masih saya simpan.
Thay juga berkunjung ke Candi Borobudur, mengadakan Peace Walk yang diikuti sekitar 400 peserta. Sr. Chan Khong menyatakan bahwa Buddharupa versi Borobudur itu indah dan universal. Dikirim dari Magelang, kini kita dapat melihat Buddharupa versi Borobudur dalam jumlah banyak terdapat di pusat-pusat retret Plum Village, baik di Perancis, Amerika, dan Thailand. Semoga para peserta retret dari berbagai bangsa menjadi tahu agama Buddha pernah berjaya di bumi Indonesia.
Thay merencanakan akan datang kembali ke Indonesia lima tahun lagi, yaitu pada tahun 2015. Namun di tahun yang dijanjikan, Thay mengalami sakit berat. Sehingga retret Plum Village di Indonesia pada tahun 2015 tidak dihadiri oleh Thay secara fisik. Sesungguhnya Thay akan terus hadir bersama kita, hadir melalui mereka yang telah menjadi para penerusnya.
Untuk lebih mendalami tentang Mindful Leadership di Plum Village, Biksu Nyanabandhu dari Indonesia juga telah melakukan penelitian untuk disertasi doktornya. Disertasi itu berjudul “Mindful Leadership: Sebuah Studi Kasus Implementasi Kepemimpinan Berkesadaran Penuh Pimpinan Institute of Advanced Buddhist Studies – Upper Hamlet Plum Village Buddhist Monastery Perancis”. Berdasarkan disertasi tersebut kemudian telah diterbikan buku “Mindful Leadership Model & Practice, Panduan Pengembangan dan Pelatihan Kepemimpinan Berkesadaran Penuh” (Penerbit Karaniya, Cetakan I, Februari 2020).
Ikut percakapan